Senin, 11 Mei 2015

ABSISI DAUN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
       Berbagai bagian atau organ tumbuhan dapat mengalami absisi (keguguran). Misalnya daun, cabang atau ranting, daun mahkota bunga, bunga dan buah. Proses absisi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam amupun ari luar. Faktor dari dalam adalah pengeruh hormon, yaitu kerjasama antara hormon auksin dan hormon etilen. Hormon etilen ini memiliki kecenderungan untuk mempercepat terjadinya pematangn sel sehingga mempercepat terjadinya absisi daun. Sedangkan hormon auksin memilik kecenderungan menghambat etilen dan juga dapat memicu paningkatan etilen. Pembentukan daerah absisi itu di pengaruhi oleh aliran auksin dari helaian daun ke batang. Auksin di dalam suatu tanaman berpengaruh pada terbentunya daerah absisi tidak Kenyataannya bahwa auksin dapat mengontrol proses absisi memungkinkan dilakukannya tindakan–tindakan untuk mengontrol gugur daun, bunga, dan buah. 
       Absisi adalah suatu proses yang terjadi secara alami yaitu pemisahan bagian atau organ tanaman, seperti daun, bunga, buah atau batang. Menurut Addicot (1964) maka dalam proses absisi ini factor alami seperti panas, dingin, kekeringan akan berpengaruh terhadap absisi. Proses  penurunan  kondisi  yang menyertai pertambahan umur yang mengarah kepada kematian organ atau organisme disebut penuaan (senensensi). Gugurnya daun dipacu juga oleh faktor lingkungan, termasuk panjang hari yang pendek pada musim gugur dan suhu yang rendah. Rangsangan dari factor lingkungan ini menyebabkan perubahan keseimbangan antara etilen dan auksin. Auksin mencegah absisi dan tetap mempertahankan proses metabolism daun, tetapi dengan bertambahnya umur daun, jumlah etilen yang dihasilkan juga akan meningkat. Sementara itu, sel-sel  yang mulai  menghasilkan  etilen  akan mendorong pembentukan lapisan absisi. Selanjutnya etilen merangsang lapisan absisi terpisah dengan memacu sintesis enzim yang merusak dinding-dinding sel pada lapisan absisi.
       Berdasarkan paparan uraian di atas, maka penulis melakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh hormon AIA terhadan absisis daun pada tanaman Coleus sp..


B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana pengaruh AIA (hormone auksin) terhadap proses absisi pada daun pada tanaman Coleus sp.?

C.     TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah,  tujuan dari percobaan sebagai berikut:
1.      Mendeskripsikan pengaruh AIA (hormone auksin) terhadap proses absisi pada daun pada tanaman Coleus sp..



















BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.      Coleus sp.
Coleus sp. merupakan keluarga Lamiaceae, Lamiales Order, Kelas Magnoliopsida, Divisi Magnoliophyta, Kerajaan Plantae. Coleus (Solenostemon) adalah genus tanaman abadi, asli ke Afrika dan Asia tropis. Tumbuhan ini termasuk herba, semak, pohon ini sering  berbentuk batang yang berbentuk segi empat. Daun yang dimiliki berhadapan, tunggal, kadang-kadang bercagak, atau majemuk menjari. Pinggir daun  rata (integer). Tumbuhan ini biasanya ditemukan sampai pada ketinggian 1.550 meter di atas permukaan laut. Anggota famili ini mempunyai banyak manfaat secara ekonomi seperti sebagai penghasil minyak atau digunakan sebagai bumbu, dan sebagai tanaman hias seperti plectranthus atau coleus.( Sallisbury dan Ross. 1995)
B.      Pengertian Absisi
Absisi adalah suatu proses yang terjadi secara alami yaitu pemisahan bagian atau organ tanaman, seperti daun, bunga, buah atau batang. Menurut Addicot (1964) maka dalam proses absisi ini factor alami seperti panas, dingin, kekeringan akan berpengaruh terhadap absisi. Proses  penurunan  kondisi  yang menyertai pertambahan umur yang mengarah kepada kematian organ atau organisme disebut penuaan (senensensi). Gugurnya daun dipacu juga oleh faktor lingkungan, termasuk panjang hari yang pendek pada musim gugur dan suhu yang rendah. Rangsangan dari factor lingkungan ini menyebabkan perubahan keseimbangan antara etilen dan auksin.
C.      Peranan Hormon dalam Absisi Daun
Mengenai hubungan antara absisi dengan zat tumbuh auksin, Addicot Etall (1955) mengemukakan bahwa absisi akan terjadi apabila jumlah auksin yang ada di daerah proksimal sama atau lebih dari jumlah auksin yang terdapat didaerah distal. Tetapi apabila junlah auksin berada di daerah distal lebih besar daridaerah proksimal maka tidak akan terjadi absisi. Dengan kata lain proses absisi ini akan terlambat. Teori lain (Biggs dan Leopld 1957, 1958) menerangkan bahwa pengaruh auksin terhadap absisi ditentukan oleh konsentrasi auksin itu sendiri. Konsentrasi auksin yang tinggi akan menghambat terjadinya absisi, sedangkan auksin dengan konsentrasi rendah akan mempercepat terjadinya absisi. Teori terakhir ditentukan oleh Robinstein dan Leopold (1964) yang menerangkan bahwa respon absisi pada daun terhadap auksin dapat dibagi ke dalam dua fase jika perlakuan auksin diberikan setelah auksin terlepas. Fase pertama, auksin akan menghambat absisi dan fase kedua auksin dengan konsentrasi yang sama akan mendukung terjadinya absisi.
Hormon auksin diproduksi secara endogen pada bagian pucuk tanaman. Dominasi apikal biasanya ditandai dengan pertumbuhan vegetatif tanaman seperti, pertumbuhan akar, batang dan daun. Dominasi apikal dapat dikurangi dengan mendorong bagian pucuk tumbuhan sehingga produksi auksin yang disintesis pada pucuk akan terhambat bahkan terhenti. Hal ini akan mendorong pertumbuhan tunas lateral (ketiak daun) (Hopkins, 1995). Auksin yang terhenti dapat digantikan dengan beberapa jenis hormon IAA yang berfungsi dengan Lanolin untuk mengetahui pertumbuhan lateralnya (Paponov, dkk, 2008).
Auksin berperan dalam penghambatan tunas lateral dan menunjang dominansi apikal, sehingga tanaman menjadi tumbuh dengan cepat ke atas. Salah satu anggota dari auksin yang paling dikenal adalah IAA. IAA berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas lateral. Oleh karena itu untuk meneliti pengaruh IAA, dilakukan percobaan mengenai penghambatan tunas lateral dan dominansi apical dengan menggunakan kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus) dengan beberapa perlakuan. Percobaan ini bertujuan untuk meneliti pengaruh auksin terhadap pertumbuhan tunas lateral.
Auksin bukan hanya terbentuk pada pucuk yang sedang tumbuh tetapi juga pada daerah lain termasuk beberapa yang terlibat pada tahap reproduksi, misalnya serbuk sari, buah, dan biji.  Salah satu gejala yang terkenal yang diperantarai, setidak-tidaknya sebagian oleh auksin ialah dormansi ujung.  Akar lateral seperti halnya kuncup lateral juga dipengaruhi oleh auksin dan pemakaian zat-zat ini dariluar sangat mendorong pembentukan akar lateral.  Penggunaan praktis yang sangat penting gejala ini adalah dalam menggalakkan pembentukan akar pada perbanyakan tanaman dengan setek.  Salah satu hasil utama penyerbukan bunga adalah peningkatan kandungan auksin dalam bakal buah.  Pemberian auksin sintetik telah lama dikenal untuk mendorong proses yang sama tanpa penyerbukan dan menghasilkan buah tanpa biji (Loveless, 1991).


Pengaruh auksin terhadap berbagai aspek perkembangan tumbuhan (Heddy, 1989), yaitu:
a.      Pemanjangan sel
IAA atau auksin lain merangsang pemanjangan sel, dan juga akan berakibat pada pemanjangan koleoptil dan batang.  Distribusi IAA yang tidak merata dalam batang dan akar menimbulkan pembesaran sel yang tidak sama disertai dengan pembengkokan organ.  Sel-sel meristem dalam kultur kalus dan kultur organ juga tumbuh berkat pengaruh IAA.  Auksin pada umumnya menghambat pemanjangan sel-sel jaringan akar.
b.      Tunas ketiak
IAA yang dibentuk pada meristem apikal dan ditranspor ke bawah menghambat perkembangan tunas ketiak (lateral).  Jika meristem apikal dipotong, tunas lateral akan berkembang.
c.       Absisi daun
Daun akan terpisah dari batang jika sel-sel pada daerah absisi mengalami perubahan kimia dan fisik.  Proses absisi dikontrol oleh konsentrasi IAA dalam sel-sel sekitar atau pada daerah absisi.
d.      Aktivitas cambium
Auksin merangsang pembelahan sel dalam daerah kambium.
e.       Tumbuh akar
Dalam akar, pengaruh IAA biasanya mengahambat pemanjangan sel, kecuali pada konsentrasi yang sangat rendah.
Di dalam jaringan yang tumbuh aktif terdapat dua macam auksin, yaitu auksin bebas yang dapat berdifusi, dan auksin terikat yang tak dapat berdifusi.  Dengan pelarut seperti eter dapat dipisahkan kedua macam auksin tersebut.  Auksin yang terikat merupakan pusat dari kegiatan hormon di dalam sel, sedangkan auksin bebas adalah kelebihan di dalam keseimbangannya.  Maka auksin yang terikat adalah zat yang aktif di dalam proses pertumbuhan (Kusumo, 1984).




Hasil penelitian terhadap metabolisme auksin menunjukkan bahwa konsentrasi auksin di dalam tanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.  Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi IAA (Abidin, 1983) adalah :
a.       Sintesis auksin.
b.      Pemecahan auksin.
c.       Inaktifnya IAA sebagai akibat proses pemecahan molekul.
Peranan etilen dalam memacu gugurnya daun lebih banyak diketahui daripada peranannya dalam  hal  perubahan  warna  daun  yang  rontok  dan pengeringan daun. Pada saat daun rontok, bagian pangkal tangkai daunnya terlepas  dari batang. Daerah yang terpisah  ini  disebut  lapisan absisi  yang merupakan areal sempit yang tersusun dari sel-sel parenkima berukuran kecil dengan dinding sel yang tipis dan lemah. Setelah daun rontok, daerah absis imembentuk parut/luka pada batang. Sel-sel yang mati menutupi parut untuk membantu melindungi tumbuhan terhadap patogen.
Gugurnya daun dipacu juga oleh faktor lingkungan, termasuk panjang hari yang pendek pada musim gugur dan suhu yang rendah. Rangsangan dari faktor lingkungan ini menyebabkan perubahan keseimbangan antara etilen dan auksin. Auksin mencegah absisi dan tetap mempertahankan proses metabolisme daun, tetapi dengan bertambahnya umur daun jumlah etilen yang dihasilkan juga akan meningkat. Sementara itu, sel-sel  yang mulai  menghasilkan  etilen  akan mendorong pembentukan lapisan absisi. Selanjutnya etilen merangsang lapisan absisi yang terpisah dengan memacu sintesis enzim yang merusak dinding-dinding sel pada lapisan absisi.
Proses pencernaan dinding, yang  disertai  dengan  tekanan  akibat pertumbuhan yang tidak imbang antara sel proksimal yang  membesar dan sel distal yang menua di zona absisi, mengakibatkan pematahan. Selama konsentrasi auksin yang lebih tinggi dipertahankan di helai daun, pengguguran dapat ditunda namun penuaan menyebabkan penurunan tingkat auksin pada organ tersebut dan konsentrasi etilen mulai meningkat. Etilen, zat pemacu pengguguran yang terkuat dan tersebar luas diberbagai organ tumbuhan dan pada banyak spesies tumbuhan menyebabkan pembesaran sel dan menginduksi sintesis serta sekresi hidrolase pengurai dinding sel. Ini akibat efeknya pada transkripsi, sebab jumlah molekul mRNA yang menjadikan hidrolase (paling tidak selulase) meningkatkan sekali setelah diberi perlakuan etilen.
Di dalam jaringan yang tumbuh aktif terdapat dua macam auksin, yaitu auksin bebas yang dapat berdifusi, dan auksin terikat yang tak dapat berdifusi.  Dengan pelarut seperti eter dapat dipisahkan kedua macam auksin tersebut.  Auksin yang terikat merupakan pusat dari kegiatan hormon di dalam sel, sedangkan auksin bebas adalah kelebihan di dalam keseimbangannya.  Maka auksin yang terikat adalah zat yang aktif di dalam proses pertumbuhan (Kusumo, 1984).
Zat tumbuh atau hormon adalah zat kimia yang dibuat dalam suatu bagian tanaman tertentu, tetapi mempengaruhi bagian lain dari tanaman tersebut (Darmawan, 1983).  Sedangkan menurut Salisbury dan Ross (1995), hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain, dan pada konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis.
Respon pada organ sasaran tidak perlu bersifat memacu, karena proses seperti pertumbuhan dan diferensiasi kadang malahan terhambat oleh hormon.  Karena hormon harus disintesis oleh tumbuhan, maka ion anorganik seperti K+ atau Ca2+, yang dapat juga menimbulkan respon penting, dikatakan bukan hormon.  Zat pengatur tumbuh organik yang disintesis oleh ahli kimia organik atau yang disintesis organisme selain tumbuhan juga bukan hormon.  Batasan tersebut menyatakan pula bahwa hormon harus dapat dipindahkan di dalam tubuh tumbuhan (Salisbury dan Ross, 1995).
Hormon nabati yang paling dulu dikenal dan paling banyak diteliti termasuk ke dalam kelompok auksin.  Auksin adalah merupakan salah satu dari zat pengatur tumbuh yang didefinisikan sebagai senyawa yang dicirikan oleh kemampuannya dalam mendukung terjadinya perpanjangan sel (cell elongation) pada pucuk dengan struktur kimia dicirikan oleh adanya indole ring (Abidin, 1983).

Tunas apikal adalah tunas yang tumbuh di pucuk (puncak) batang. Dominasi apikal dan pembentukan cabang lateral dipengaruhi oleh keseimbangan konsentrasi hormon. Dominasi apikal diartikan sebagai persaingan antara tunas pucuk dengan tunas lateral dalam hal pertumbuhan. Selama masih ada tunas pucuk/apikal, pertubuhan tunas lateral akan terhambat sampai jarak tertentu dari pucuk. Dominasi apikal disebabkan oleh auksin yang didifusikan tunas pucuk ke bawah (polar) dan ditimbun pada tunas lateral. Hal ini akan menghambat pertumbuhan tunas lateral karena konsentrasinya masih terlalu tinggi. Pucuk apikal merupakan tempat memproduksi auksin (Dahlia, 2001).


BAB III
METODE PENELITIAN

A.    JENIS PENELITIAN :
Kegiatan praktikum pengaruh AIA (hormone auksin) terhadap proses absisi pada daun pada tanaman Coleus sp. bersifat kegiatan eksperimen, karena pada penelitian ini memiliki ciri-ciri eksperimen, yaitu terdapat variabel kontrol, variabel manipulasi dan variabel respon.
B.     WAKTU DAN TEMPAT
·         Waktu             : Senin, 20 April 2015. Pukul 15.00-16.00 WIB
·         Tempat            : Laboratorium Fisologi Biologi C10 FMIPA BIOLOGI UNESA

C.     VARIABEL
Variabel yang digunakan dalam melekukan percobaan ini antara lain :
·             Variabel manipulasi         : letak pemotongan lamina (bagian atas dan bawah), bahan pengolesan bagian yang terpotong (lanolin dan AIA dalam lanolin)
·             Variabel kontrol                : Jenis tumbuhan (Coleus sp.), media tanam,cahaya,dan waktu    pemotongan
·                          Variabel respon           : kecepatan pengguguran daun (absisi) pada tanaman Coleus sp.

D.    ALAT DAN BAHAN
a.      Alat
1.      Tanaman Coleus sp.         1 pot
2.      Silet tajam                         1 buah
3.      Handphone                      1 buat
4.      Label                                 8 buah
b.      Bahan
1.      Lanolin                                secukupnya
2.      AIA 1 ppm                          secukupnya

E.      PROSEDUR KERJA
1.      Menyiapkan alat dan bahan.
2.      Memotong satu persatu lamina paling bawah pada cabang 1.
3.      Mengolesi bekas potongan tersebut, yang satu dengan lanolin, dan yang 1 lainnya dengan 1 ppm AIA + lanolin.
4.      Memberi tanda atau label agar tidak tertukar.
5.      Memotong satu pasang lamina yang terletak tepat diatas lamina yang paling bawah pada cabang 1.
6.      Mengolesi bekas potongan tersebut, yang satu dengan lanolin, dan yang 1 lainnya dengan 1 ppm AIA + lanolin.
7.      Memberi tanda atau label agar tidak tertukar.
8.      Mengulangi langkah 2-7 sebagai kontrol.
9.      Mengamati setiap hari dan mencatat waktu gugurnya tangkai daun tersebut.




















F.      RANCANGAN PERCOBAAN


 






·         Dipotong laminanya (2)
·         Bekas potongan diolesi lanolin (1)
·         Bekas potongan diolesi AIA 1ppm + lanolin
·         Diberi label
 
·         Dipotong laminanya (2)
·         Bekas potongan diolesi lanolin (1)
·         Bekas potongan diolesi AIA 1ppm + lanolin
·         Diberi label
 
                                                      









 




















BAB  IV
 HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    HASIL
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:
1.      Tabel
Tabel 1. Pengaruh lama AIA terhadap proses absisi daun pada tanaman Coleus sp.
Gugur daun hari ke-
Cabang 1
Cabang 2
AIA + lanolin
Lanolin
AIA + lanolin
Lanolin
1
-
Ö
-
-
2
Ö
-
-
-
3
-
-
Ö
Ö
4
-
-
-
-

2.      Grafik
Grafik 1. Grafik pengaruh AIA terhadap proses absisi daun pada Coleus sp.
B.     ANALISIS
      Berdasarkan tabel hasil pengamatan di atas, tanaman Coleus sp. Mengalami absisi daun. Pada hari pertama, cabang 1 yang diolesi lanolin mengalami absisi daun, daun tersebut terletak paling bawah. Pada hari kedua, dau yang diolesi AIA+lanolin bagian bawah mengalami absisi. Pada hari ketiga di cabang 2 mengalami absisi daun sekaligus yaitu yang diolesi AIA+lanolin maupun lanolin. Hal ini menunjukkan bahwa daun yang diolesi AIA+lanolin pengalami absisi daun lebih lambat dibangdingkan yang hanya diolesi lanolin.
 
C.     PEMBAHASAN
        Berdasarkan analisis di atas,  maka tanaman Coleus sp.  mengalami absisi daun dengan kecepatan waktu yang berbeda. Tangkai daun yang diolesi lanolin lebih cepat mengalami absisi daun dibandingkan yang diolesi AIA+lanolin. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya yaitu letak tangkai daun pada nodus terakhir mengandung hormon auksin yang masih banyak.  
Terjadinya absisi daun dipengaruhi oleh bebrapa faktor, yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor yangmempengaruhi absisi daun dari dalam adalah pengaruh konsentrasi hormon pada cabang. Hormon yang bekerja sama dalam absisi daun adalah hormon auksin dan etilen. Batang yang diolesi AIA dalam lanolin mengalami pengguguran daun lebih lambat dari pada yang diolesi laolin saja karena AIA merupakan salah satu bentuk dari hormon auksin. Hormon auksisn bersifat menghambat pengguguran daun, hal ini dikarenakan hormon auksin bersifat mendorong pertumbuhan sel secara apikal. Sedangkan pada batang yang tidak diolesi AIA absisi terjadi lebih cepat, karena pada batang tersebut hanya terdapat etilen yang berfungsi mempercepat absisi daun, sehingga tidak ada yang mengahmbat kerja etilen.
Pada tanaman yang batang bagian bawah lebih cepat mengalami  absisi daun disebabkan pada bagian batang atas dikarenakan dominasi tem,pat terbentuknya hormon auksin adalah pada bagian apikal. Jadi semakin tinggi letak bagian tanaman konsentrasi hormon auksin akan semakin banyak. Dengan semakin tingginya konsentrasi auksin makan akan semakin menghambat terjadinya absisi daun yang dilakukan oleh hormon etilen. Bagian cabang yang diolesi dengan AIA dalam lanolin paling lambat gugur karena pada bagian cabang yang sudah memiliki kadungan auksin lebih banyak dari bagian bawah masih mendapat tambahan AIA dari luar, sehingga cabang tersebut memiliki konsentrasi auksin paling banyak dari batang lain. Hal tersebut menyebabkan semakin lambat pula terjadinya absisi daun. (Loveless, 1991).
Auksin diproduksi dalam jaringan meristimatik yang aktif (yaitu tunas , daun muda dan buah) (Gardner, dkk., 1991). Kemudian auxin menyebar luas dalam seluruh tubuh tanaman, penyebarluasannya dengan arah dari atas ke bawah hingga titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (floom) atau jaringan parenkhim (Rismunandar,1988).
Selain itu karena tanaman ditanam dilingkungan yang tidak homogen maka tanaman pertumbuhannya juga dipengaruhi oleh factor abiotik yaitu berupa cahaya matahari ada sebagian tanaman yang terkena cahaya dan ada juga yang tidak. Yang mendapatkan cahaya auksin yang bekerja menjadi terhambat namun struktur batang menjadi kuat, sedangkan tanaman yang mendapatkan sedikit cahaya maka akan mempercepat kerja auksin, namun batangnya lemah.



















BAB  V
PENUTUP

A.    SIMPULAN
Dari percobaan pengaruh IAA terhadap proses absisi daun/pengguguran daun, maka dapat disimpulkan bahwa hormon auksin (AIA) sangat berpengaruh terhadap absisi daun karena hormon auksin (AIA)  menghambat proses absisi daun, sehingga proses pengguran daun lebih lama.
Auksin mempengaruhi proses absisi. Jika kadar auksin yang diberikan pada tanaman banyak, maka akan menyebabkan penghambatan pembentukan daerah absisi karena sel alami pertumbuhan, sedangkan jika pemberian auksin sedikit maka pembentukan daerah absisi akan lebih cepat.
B.       SARAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, hendaknya dalam melakukan percobaan absisi daun harus memperhatikan kondisi tanaman, dan pelabelan yang benar agar tidak tertukar.


















DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. (1985). Dasar-Dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung: Aksara. 85 Hal
Dahlia. 2001. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. UM Press: Malang.
Darmawan dan Baharsjah, 1983, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, PT Gramedia. Jakarta.
Gardner, Franklin, et al. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (Susilo Herawati,trans). Jakarta: UI Press.
Greulach,V.A and J.E. Adam, 1976,  Plant and Introduction to Modern Botany, Macmillan Publishing Co., Inc,  New York.
Heddy dan Abidin, 1996, Biologi Edisi III, Erlangga, Jakarta.
Heddy, S. (1989). Hormon Tumbuh . Jakarta: CV. Rajawali.
Lovelles, A. R. 1999. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Jakarta: PT. Gramedia Indonesia.
Rachmadiarti.2007.Fotosintesis.Jakarta : Erlangga.
Rahayu, Yuni Sri; Yuliani dan Lukas S Budipramana. 2010. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Surabaya: Laboratorium Fistum-Biologi-Unesa.
Sallisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB Press.




1 komentar:

  1. The Sands Casino • Casino & Hotel in Atlantic City
    The Sands Casino is in Atlantic City, New Jersey and is open daily 24 hours. 샌즈카지노 The casino's 16000 square foot gaming 인카지노 space features more than 2000 slots, febcasino

    BalasHapus